klik disini

Sabtu, 18 Juni 2016

Alcohol, Sex and Rock n’ Roll VII


Bab IX. Lady Rose




“rubi.. rubi.. rubi rubi soho”, terdengar suara serak Tim Amstrong begitu kami memasuki Twice bar. 

“ni dia pentolan kita dateng”, kata Teddy menyambutku

Aku mengadu kepalan tangan dengan Teddy dan Abe. 

“sorry ya kita telat..”, aku meminta maaf pada mereka, “Erick mana?”.

“biasa.. bikin anak..”, kata Abe disambut gelak tawa mereka.

"dasar penganten baru.. ngejar setoran mereka..”, kataku bercanda

“bae de wei.. kalian kapan nyusul?”, kata Abe dengan jari telunjuk menuding aku dan Lena bergantian.

Aku dan lena berpandangan. Kami tersenyum penuh arti.

“tunggu tanggal maennya..”, kataku pada mereka.

“ahhh kemaren kan kalian ‘maen’? suaranya kedengeran sampe kamarku..”, kata Abe menyindir.

“Ouwwwhh.. ouwwwhhh.. “, kata Tedy dengan tangan kiri membuat huruf “O” dan telunjuk kanannya di masukan pada huruf “O” itu.

Siaalll!!

“dari pada loe dua.. kemaren saling tusuk pantat kan?”, kataku mengejek.

“kalian kapan nyusul Erick?”, Lena balik menanyakan.

“Life fast, die young!!”, mereka menjawab bersamaan.

Erick si PK yang mulai bertanggung jawab, Teddy pecandu narkoba tobat dan Abe manusia jenius dengan urat malu yang sudah putus. Bersamaku, lengkap sudah formasi super power dari “Traffic Light”, sebuah grup band rock yang kami beri nama dengan sebuah niat naif, mengubah arus lalu lintas dunia musik di negara ini. Tak terasa 5 tahun sudah kebersamaan kami. Aku yang dekat dengan Erick dan Teddy yang akrab dengan Abe, keakraban 2 blok yang kami buang saat kami bersama. 5 tahun kami membangun mimpi, tak ada yang berubah, hanya umur yang bertambah. Perbedaan latar belakang kami seakan sirna oleh beberapa kesamaan : idealis, rock n’ roll dan life fatst, die young sebagai semboyan kehidupan. 

Sebulan setelah merampungkan rekaman dan mixing album baru kami, kami berlibur seminggu di Bali. Sengaja kami memilih berlibur bersama untuk menjaga kebersamaan dan kekompakan kami. 

Twice bar malam itu penuh penuh sesak karena konser perayaan ulang tahunnya yang ke-16 band terbesar di bali, SID. Sebuah konser langka dari band punk rock ini karena mereka bermain akustik. Aku mendapat tiket masuk dengan cuma cuma dari manager mereka Rudolf Detu yang ku kenal sejak 3 tahun lalu saat bandku dan SID bermain dalam satu panggung di Soundrenalin 2007 di pulau Serangan, Bali. 


 

“udah mulai blom?” aku bertanya pada Teddy dan Abe, pemetik bass dan penabuh drum kebanggaanku.

“blom tuh.. kita juga lagi nungguin..”, kata Abe sambil mengupas kacang kulit. 

“maennya di atas atau di bawah sih?”, aku bertanya lagi. 

“emmm... aaaaahhhh... “, teddy menahan panas tenggorokan akibat besentuhan dengan alkohol. “kayanya sih di atas bro?”, katanya lagi. 

Lagu Rancid selesai, digantikan sebuah lagu yang begitu familiar di telinga kami, “Drugs dealler”. Abe dan Teddy memandangku penuh arti. Sebuah lagu ciptaan Teddy diputar di Bali, tempat yang jauh dari rumah kami. Ada kebanggaan di hati kami bertiga.

“ya udah klo gitu, gue ke atas dulu ya.. nyari tempat“, kataku sambil menunjuk plafon Twice bar.

“ya udah, loe duluan dah.. disini cewenya lebih rame..”, jawab Teddy asal.

Aku dan Lena berjalan menaiki tangga Twice bar.

“... Kita sambut penampilan pembuka dari “Sheena and The Punk Rock Stars!!”, mc malam itu mengumumkan band pembuka konser. 

Dua laki2 dan seorang perempuan maju ke depan. Laki2 berambut jambul ala Elvis berdiri memegang bass betotnya sementara seorang lagi duduk dibelakang perangkat drum memasang topi koboi coklat di kepalanya. Yang menarik perhatianku adalah perempuan berambut pendek berdiri dengan celana jeans ketat dan jas kerja hitam yang tidak di kancingkan. Kaos ketat berwarna merah bertuliskan “FCUK!!” terlihat didalam jas nya. Beriaskan eye shadow berlebih dan lipstick putih pucat membuat aura muram pada wajahnya. Sungguh perpaduan aneh yang terlihat menarik. 

 

Kami memilih duduk di sudut, karena tak ingin salah satu penonton mengenal kami. Tentu akan merusak suasana jika ada penonton yang minta berfoto atau tanda tanganku.

“Are you readyyyy !!!”, sang vokalis berteriak di mic sambil mengacungkan jari ke langit disambut riuh oleh penonton.

“lucu ya vokalisnya.. jarang lho cewe suka musik punk”, sepertinya Lena juga merasa tertarik dengan gadis itu.

“are you reaaaaaadddyyyyy!!!”, kembali suara parau bernada tinggi itu terdengar, membakar semangat penonton.
“Well the kids are all hopped up and ready to go
They're ready to go now
They've got their surfboards
And they're going to the discotheque a go go!!!”


Lumayan juga.., kepalaku sedikit mengangguk saat mendengar lagu bertempo cepat yang dibawakan sebagai opening act ini. 

“lagunya enak ya?”, Lena berkata dengan sedikit berteriak.

Kurespon dengan menunjukan jempol tanganku sambil mengangguk. Teddy dan Abe naik ke atas. 

“ini band namanya apa?”, Teddy bertanya padaku

“Sheena is a punk rocker!
Sheena is a punk rocker!
Sheena is a punk rocker now!"

“haaahh??”, aku tak mendengar suara Teddy akibat kerasnya suara speaker.

“nama band nya apa?”, Teddy mengulang.

“sheena.. sheena apa gitu.. gw lupa..”, jawabku

“sheena and the punk rock stars”, Lena menambahkan.

“ooooohhh..”, mulut Teddy monyong membetuk huruf “O”

Band pembuka ini bermain dengan rapi. Setelah menyelesaikan lagunya, mereka langsung turun dari panggung.

“ S I D.. S I D..”, penonton berteriak memanggil band kesayangannya.

Aku jadi teringat saat kami konser, setelah band pembuka, hal yang sama dilakukan fans yang menonton kami.

Jrx naik ke atas panggung disambut riuh tepuk tangan penonton diikuti Bobby dan Eka. 

“dug dug casss!!”, Jrx menabuh drumnya sebagai pembukaan.

“selamat malam semua.. terimakasih telah datang malam ini untuk merayakan ulang tahun kami yang ke-16..”, Bobby menyapa penonton.

Suara gitar dipetik yang diikuti suara terompet memulai lagu pertama. Penonton bertepuk tangan. 

“when the sky is dark
and my passion seems to strong
guess the queen has left this thorned heart alone
tomorrow's broken dream is harder than i thought
i fought the devil, find emptiness in me”


 

Bobby mulai bernyanyi dengan suara parau rendah. Penonton yang hapal lirik lagu “King, Queen and Poison” ikut bernyanyi bersama. Karena bermain dengan format akustik, tempo lagu kali ini lebih lambat daripada versi mp3 nya. 

Beberapa lagu dimainkan memuaskan kerinduan penonton. Lantai atas Twice bar yang terbuka membuat suasana konser kali ini lain dari yang lain. Menonton band punk rock bagaikan menonton Maliq and D’essential. Mungkin karena sorot lampu kuning lembut, lantai panggung yang terbuat dari kayu dan mereka bermain tanpa distorsi. 

"Hari ini.. terasa lebih spesial karena dihadiri teman2 kami dari pusat kota.. saya minta tepuk tangannya untuk Traffic Light yang duduk di pojok sana...”, perkataan Bobby di mic membuatku kaget. Aku tak ingin seorangpun tahu kami disini. 

Penonton pun bertepuk tangan, semua mata mengarah pada kami. Aku jadi tidak enak hati pada SID. Saat konser ulang tahunnya, malah ada band lain di tempat yang sama. Kami hanya menggangguk ke penonton dan Bobby. Abe malah dengan santainya menandatangani kaos seorang wanita, tepat di dadanya. Kacau..

“lagu selanjutnya dari album Black Market Love.. saya minta saudara Radeet untuk bernyanyi bersama kami”, Bobby mengajakku berduet.

Aku melambaikan tangan kode tidak setuju. Penonton malah bertepuk tangan, berteriak2 menyemangatiku.

“Deet.. sini Deet.. saya tau kamu ndak bawa kado buat saya.. masak nyanyi aja ndak mau.. ntar pulang di cegat outsider mau?”, kata Jrx bercanda.

Aku tertawa menggeleng. Bisa aja ni anak...

Terpaksa aku naik ke panggung, walaupun sebenarnya malu dan tidak enak hati. aku salami ketiga personel SID. 

“Selamat ulang taun ya..”, kataku pada mereka.

“sebenarnya saya nga mau naik kesini.. tapi berhubung takut dicegat outsider, terpaksa saya naik”, kataku membalas candaan Jrx, yang disambut tawa penonton.

“selamat ulang tahun SID, semoga tambah umur jadi makin jaya..”, kataku lagi.

“lagu apa ni”, aku berbisik pada Bobby

“Lady Rose..”, kata Bobby sambil memberiku sebuah gitar, aku tersenyum.

“driinngg”, gitar ku petik, “can you stay.. a little whi~le... can you drink this cheap bottle of whine..

got a love song.. my broken lii~ne.. yea yea yea~aah”, Bobby menyambung lagunya.

put a rooose on you haaaiiirr.. full of grace my queen of mystery.. “, suara berat Jrx mulai terdengar.

can’t you see.. can’t you believe... and all they say it is true..”, giliran Eka yang bernyanyi.

lady roooo oooo ooseee..”, kami bernyanyi berempat. Aku menunjuk pada Lena.

“lagu tadi kami persembahkan untuk semua outsider yang ada disini.. semoga outsider dan lighter bisa rukun dan damai.. terimakasih..”, aku melambai pada penonton yang disambut tepuk tangan.

aku menyalami SID sekali lagi saat hendak turun dari panggung. Aku berjalan melewati penonton menuju kursiku. Aku duduk disebelah Lena dan mengecup pipinya.

“tadi lagunya bagus.. makasi ya..”, katanya singkat

Aku tersenyum padanya. Memang selama aku menyanyi berkali2 ku tunjuk lena pada kata “lady rose”. Sebuah pengakuan dariku bahwa dialah yang memiliki hatiku. Kepala Lena bersandar di pundakku.
Bab X. Foxy Lady


“minum lagi bro..”, kata Jrx sambil membuka sekaleng beer banteng dan menyerahkannya padaku.

“Thanks bro”, aku mengambil kaleng beer dari tangannnya yang penuh tatoo.

Aku tersenyum melihat melihat Teddy mengipas bibirnya yang kepanasan karena menggigit sosis baru matang.

“sabar bro.. masi panas.. tarok dulu..”, kata Bobby sambil mengipas sosis dan ikan yang dipanggang. 

“hoh hoh.. hiya.. “, kata Teddy yang masih kepanasan. 

Setelah konser sweet sixteen nya, Jrx mengajak kami ke pantai, “bakar2 yuk.. kan udah lama kita ga ketemu..”. hanya aku dan Teddy yang ikut. Lena pulang ke hotel dengan alasan mengantuk, Eka pulang karena istrinya sedang hamil, Abe juga tidak ikut karena ada urusan lain.

“be lebeng to de?”, Jrx bertanya pada Bobby dengan bahasa daerah
(Be lebeng to de >> sudah matang de? {de : made, nama Bali Bobby Kool} )

“onden nok.. bin dik.. ke si ke ci malu mu, biin beliang beer” , Boby menjawab, juga dengan bahasa daerah.
(onden nok.. bin dik.. ke si ke ci malu mu, biin beliang beer >> belum lho.. dikit lagi.. ke si ke dulu kamu, belikan beer lagi {sike : C K ; circle K,} )

“nuuaaahh..”, Jrx berdiri membersihkan pasir dari celana jeansnya. “aku ke beli minum dulu ya.. ”, katanya berpamitan padaku.
(nuuaaah>> asal kata dah nah : iya, tapi di ucapkan dengan logat gaul, seperti "jiiaancukk" asal kata dari j*nc*k)

“iya.. ati2 bli..”, kataku padanya yang sudah berjalan ke parkiran. hanya “bli” bahasa Bali yang aku mengerti. 

“beep beep”, handphone ku bergetar di kantong celana.


Nani

Kak?? Kapan pulang?
Naa kangen..

Pengirim : Nina
+628121300000
Pusat pesan:
+62818445009

Dikirim:
14-November-2010
00:32:23


Kubalas, “2 hari lagi.. napa? Oleh2? Ya tar ku beliin kaos Jeger”, send.
Jeger>> kata Joger yang terpeleset


****** Life Fast Die Young ******

Empat bulan yang lalu, Aku dan Lena kembali ke panti, untuk menjemput Nani. Nani setuju untuk kuliah dan tinggal bersamaku, begitu juga ibu. Ibu berterimakasih kepada kami karena membiayai kuliah Nani. Ibu juga senang karena aku masih perduli kepada anak2 panti.

“bu Yati.. Nina pamit ya bu.. doain Nina ya bu..”, kata Nani saat mencium tangan dan berpamitan pada ibuku.

“hati2 ya nak.. belajar yang rajin disana..”, ibuku mengelus kepala Nani.

“jaga Nani baik2 ya Deet.. jika terjadi apa2, segera kabari ibu”, pesan ibu padaku.

Sesampainya di rumah, Nani kagum melihat rumahku yang terhitung besar karena aku tinggal sendiri. Rumah modern minimalis yang ku bangun dengan keringat, air mata dan darah. Sengaja kubuat dua tingkat berisi 5 kamar tidur, persiapan jika aku menikah dengan Lena.

“ini ruang tamu, yang ke kiri itu dapur, ini kamar kakak, disamping itu kamar kak Lena, di bawah tangga ada kamar mandi, di atas juga ada kamar mandi.. nah.. kamarmu di atas, yang deket tangga.. tar biar kak Lena yang nganter kamu ke atas..”, kataku menjelaskan begitu masuk ke rumah.

Lena dan Nani naik ke tingkat dua. Mata Nani berair begitu Lena membuka sebuah pintu yang berisi label tulisan “Nani” di depannya. Lena sengaja membeli set seprai dan sarung bantal berwarna pink bergambar strawberry serta beberapa dekorasi yang berwarna pink juga.

“ini kamar kamu”, kata Lena padanya.

“makasi banyak kak.. makasi..”, Nani memeluk Lena terharu.

Keesokan harinya, Lena mengantar Nani untuk mendaftar di AUI (Aseli Universitas I), sebuah Perguruan Tinggi Negeri yang amat terkenal di negara ini. Nilai yang bagus tidak menyulitkan Nani untuk mengambil kuliah jurusan kedokteran, yang memang menjadi cita2nya sejak kecil. Akupun memberinya kebebasan memilih masa depannya.

Sebulan tinggal bersamaku, Nani rajin membantuku membersihkan rumah. Aku sudah melarangnya, tapi tetap dia lakukan. Nani mengaku tidak enak jika hanya berdiam diri di rumah. Memang kehidupan di panti mewajibkan kami hidup teratur. 

Aku mendaftarkan Nani pada kursus mengemudi agar dia bisa pergi untuk keperluannya sendiri. Aku belikan dia baju untuk kuliah dan pergi jalan2, aku buatkan atm untuk bekalnya jika aku pergi dalam waktu yang lama. Semua kebutuhannya ku penuhi selama aku mampu.

Masa awal kuliahnya, Nani tidak pernah merepotkanku. Semua keperluannya dikerjakan sendiri. Dia juga tidak pernah berlaku aneh. Selalu pulang tepat waktu, selalu mengabari jika pulang telat, tapi tidak pernah lebih dari jam 7 malam. Kadang beberapa temannya datang untuk belajar kelompok di rumahku. 

Yang aku heran, setiap malam minggu dia tidak pernah keluar rumah padahal dia cukup supel dalam bergaul.

“kamu ga malam mingguan?”, aku bertanya saat melihat Nani menonton film di saluran BHO.

“engga.. enakan di rumah..”, jawabnya.

“ga ada yang ngapelin? Umuran kamu ini harusnya udah pacar pacaran.. aku sih ga ngelarang, yang penting kuliahmu serius..”, tanyaku lagi.

“aku ga suka pacaran.. aku sukanya sama kakak..”, katanya bercanda.

“hahahhahaha... ya udah aku ke studio dulu ya..”, aku tertawa mendengar jawabannya.

“oleh2 ya kak..”, katanya lagi.

Tingkah manis Nani hanya bertahan sebulan. Ternyata Nani yang ku kenal sudah berubah. Nani , gadis kecil yang dulu kusayangi seperti adikku sekarang berubah. Semua terungkap saat malam minggu sebulan yang lalu. Aku menonton pertandinga liga serie A antara juventus vs Udin, jam sudah menunjukan pukul 03.00 dini hari. Nani tiba2 turun dari kamarnya dan duduk disampingku.

“kamu blom tidur? Udah malem lho..”. aku bertanya dengan mata menghadap ke tv.

“hmm.. engga.. Nani mau ikut nonton.. huaaaahhhmmm..”, katanya sambil menguap.

“tuh kan kamu nguap2.. udah tidur lagi sana..”, aku menyuruhnya kembali ke alam mimpi.

“Nani disini aja.. Nani mau sama kak Radeet”, katanya sambil menyandar di pundakku.

Nani tertidur lagi di pundakku. Pertandingan memasuki menit 65. Kedudukan masi 1-1. Kedua tim saling menyerang. Aku yang menjagokan Juventus mengamati dengan serius layar televisi.

“Marchisio.. Marchisio to Quagliarella.. Quagliarella goes on.. one on one with Asamoah.. Quagliarella to the right.. Krasic has taken the ball.. Krasic take a shoot!! Ohhh just goal kick for goalkeeper”, suara komentator pada tvku.

Badanku terlonjak, nyaris saja aku berteriak saat tendangan Krasic kusangka akan gol. 

“kenapa kak? Gol ya?”, Nani bertanya sambil mengucek mata.

“ga.. ga pa pa.. kamu tidur aja lagi..”, aku sedikit merasa bersalah membuatnya terbangun. Aku lupa Nani tidur berssandar di pundakku.

Nani kembali tertidur, namun kali ini kepalanya di pahaku. Aku tak perduli karena aku fokus menonton pertandingan. 

“ehhh mmhhh..”, kepala Nani bergerak, tangannya mengelus pahaku seperti merapikan bantal.

Aku menoleh padanya selama beberapa saaat dan kembali megalihkan pandangan ke layar tv.

“Iaquinta come in for Toni”, kata komentator saat pergatian pemain

Kurasakan ada yang menggesek selangkanganku. Ku lihat kebawah kepala Nani bergerak mendekat ke pangkal pahaku. Ahh paling Cuma ngigo..

“there are Pinzi got the ball.. long ball to Sanchez.. shancez take a shoot!! Ohh well save by the keeper”

Aku merasakan ada yang mengelus pahaku dari lutut ke selangkangan. Ku lihat lagi ke bawah, Nani tertidur dan gerakan itu berhenti tiba2.

“.. a hard tackling from Zapata.. referee take something from his pocket.. a red card for Zapata”

Kali ini sentuhan kurasakan dipangkal pahaku, mengurut dari buah zakar ke batang penis. Kepalaku tidak bergerak, hanya mata yang melirik ke bawah. Ku lihat Nani dengan telapak tangannya mengurut penisku dari luar celana. Sepintas kulihat matanya membuka kemudian menutup dengan cepat. Ini bukan ngigo.. dia sengaja.. sialan..
Aku bangun dan pura2 mencari minum di kulkas. Nani masih pura2 tertidur. Walaupun aku urakan, tapi aku bukan bajingan, tidak mungkin aku melakukan hal yang tidak-tidak dengan Nani. Aku berpikir, gawat.. klo kaya gini terus, bisa bablas ntar..

Segera kuangkat tubuh Nani dari sofa ke kamarnya di atas. Cepat2 aku turun ke bawah, memasuki kamarku dan ku kunci. Aku tidak mau terjadi apapun malam itu. 

Sejak kejadian itu aku sengaja bangun lebih siang dan pulang lebih malam, dengan alasan sibuk menyelesaikan rekaman. Frekuensi kami bertemu dan berbicara menjadi berkurang. Beberapa kali kami pernah mengobrol tapi Nani bertingkah seolah tidak terjadi apa2, walaupun aku tahu dia sengaja melakukannya malam itu. Lama kelamaan aku tidak pernah memikirkannya lagi. Akibat masa pubertas, begitu asumsiku, mengingat umur Nani baru 17 tahun.

****** Life Fast Die Young ******

“woi broo.. jangan bengong.. nanti dicari Leak lho.. ”, tepukan Jrx menyadarkanku dari lamunan, “mikirin apa sih? Serius amat”.
(Leak : mahkluk jadi jadian yang di takuti di Bali)

“ga.. ga mikirin apa apa kok..”, kataku sambil menghisap rokok.

“ahh.. pasti mikir selingkuhan.. ya kan?”, dia bertanya sambil tertawa.

“enak aja.. Teddy tu selingkuhannya banyak.. dari cewe, nenek2, banci dan maho pun dia mau”, kataku bercanda

“hahhahahaha”, kami tertawa bersama.

“beep beep”, hp ku bergetar lagi. Tertera tulisan, 2 Pesan Diterima, pada layar handphone.


Erick Alcantara

Bini udah tepar.. kalian nyangkut dimana?

Pengirim : Erick Alcantara
+628199916661
Pusat pesan:
+62818445009

Dikirim:
14-November-2010
00:37:10

Ku balas, “dipantai, depan mcd.. sini cepetan, ada makanan..”, send


Nani
Ukuranku s..
Makasi ya kak..
Pengirim : Nani
+628121300000
Pusat pesan:
+62818445009

Dikirim:
14-November-2010
00:32:23

Ku balas, “ya udah.. jangan nakal.. jangan bakar rumah..”, send


“hapenya jadul amat bro?”, Bobby datang membara ikan bakar yang sudah matang.

“biar jadul yang penting hepi...”, jawabku asal.

“Kenangan tidak dapat dibeli dengan uang.. ”, kata Jrx mengeluarkan Hp N*kia 3210 dari kantongnya.

“ahh.. ci jak due mule katrok..”, kata Bobby lagi
(ahh.. ci jak due mule katrok.. >> ahh kalian dua memang katrok)

Aku tersenyum padanya. Rupanya bukan cuma aku seorang yang masih menyimpan kenangan. 

Tak lama berselang, Erick pun datang. Malam itu kami berpesta sampai pagi. Kenangan yang indah di Bali.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar