Nadia pulang dengan wajah ceria, setelah berbagi cerita dengan sahabatmya, ia merasa sedikit terbebas dari dosanya tadi pagi.
Tapi kalau di pikir-pikir dia tidak salah juga, ini hanya kecelakaan seperti yang di katakan Mbak Irma, tidak ada niat sedikitpun untuk sengaja memperlihatkan bagian intim tubuhnya kepada Adik iparnya.
"Assalamualaikum... " Sapanya...
Tapi tak ada jawaban dari dalam rumahnya, mungkin Radit belum pulang, pikirnya.
Dia berlalu kekamarnya, lalu menanggalkan seluruh pakaiannya begitu juga dengan kerudungnya, hanya menyisakan pakaian dalam yang berwarna hitam, begitu kontras dengan warna kulitnya yang putih bak pualam, tanpa ada cacat sedikitpun.
Dia berjalan menuju lemari, lalu berhenti memandangi pantulan dirinya dari balik cermin besar yang menempel langsung dengan lemari pakaiannya. Dia tertegun memandangi bentuk tubuhnya yang ternyata begitu sempurna, bulatan dadanya yang besar berukuran 34C, dengan pinggul yang ramping, terlihat sangat menggoda.
Entah kenapa ia jadi teringat dengan kejadian tadi pagi, dimana ia tidak sengaja membiarkan Adik iparnya melihat vaginanya.
Rasa penasaran membuat dirinya menurunkan celana dalamnya, dan inilah yang di lihat Radit tadi pagi, gundukan kecil tanpa rambut terlihat indah dengan garis tipis berwarna kemerah-merahan.
Tanpa ia sadari, Nadia membelai bibir vagina, sambil mengingat tatapan nanar dari adik iparnya, ia tidak bisa membayangkan, bagaimana beruntungnya adik iparnya tadi pagi, dan anehnya dia merasa senang, walaupun ia juga merasa bersalah karena telah membiarkan pria lain melihat dirinya telanjang.
Oooo... dia mendesah pelan, ketika jari telunjuknya menyelip masuk kedalam liang vaginanya.
"Adeeek... Aahk... Eeengk... !" Ia merintih semakin keras tatkala jari telunjuknya menjelajahi bagian dalam vaginanya, ia menusuk lalu menarik kembali jarinya.
Karena tidak tahan lagi, akhirnya Nadia menyerah dengan nafsunya sendiri, ia buru-buru melepas branya, membiarkan payudarahnya menggelantung bebas, kemudian ia berbaring di atas tempat tidurnya, sambil bermasturbasi ria, tapi kali ini tanpa ia sadari Nadia membayangkan Adik iparnya sendiri.
Nadia mengobel-ngobel liang senggamanya dengan kedua jarinya, sementara tangan kirinya meremas dan memainkan puttingnya, ia tampak sangat menikmati masturbasinya kali ini.
Dia membayangkan, Raditya Adik iparnya sedang menindi tubuhnya, menusuk, menghujami vaginanya dengan penis Adik iparnya yang ia bayangkan lebi besar dan panjang ketimbang dari Suaminya sendiri.
"Aaaaa... !"
Pinggulnya terangkat semakin tinggi, darahnya mendidih terbakar nafsu birahi, tak lama kemudian dia akahirnya menyerah, tepat di saat ia mendapatkan orgasmenya, pintu kamarnya terbuka lebar, dan seseorang pemuda berdiri menatap nanar kearahnya, melihat dirinya menggelinjang di atas tempat tidurnya.
---------
Sumpah demi apapun, aku nyaris tidak percaya dengan apa yang kulihat saat ini, seorang Nadia, Kakak iparku bisa bermasturbasi seliar ini, dengan hanya mengenakan kerudung, tanpa ada lagi kain yang menutupi tubuhnya.
"Aaahkk.... " Ia memikik, tubuhnya menggeliat lalu kembali terhempas dengan nafas memburu.
"Kak Nadia !" Panggilku pelan.
Dengan tatapan sayu ia melihat kearahku, sedetik kemudian, ia terperanjak, menyadari keadaannya saat ini. Ia buru-buru menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut, hanya menyisakan bagian atasnya, dari leher hingga kepalanya yang tertutup kerudung.
Sementara aku, aku sendiri hanya bisa diam memandang takjub dengan apa yang barusan kulihat.
"Se... semenjak kapan kamu di sana?" Tanyanya gugup.
Aku menarik nafas panjang, untuk meredakan kekagetanku barusan. "Baru aja kok Kak, maaf ya ganggu tadi." Jawabku sesantai mungkin.
"I... iya gak apa-apa, ada apa ya Dek ?"
"Cuman mau nanya, ada pakaian kotor gak? yang mau di cuci, sekalian aja aku mau nyuci sekarang." Kataku menjelaskan tujuanku masuk kedalam kamarnya.
"Ya uda kamu ambil aja di situ, di dalam keranjang."
"Boleh masuk?" Tanyaku sedikit ragu.
"Iya masuk aja gak apa-apa kok, tapi pakaiannya kamu ambil sendiri ya." Aku mengangguk mengerti, tentu saja saat ini Kak Nadia tidak dapat berbuat apa-apa, karena kondisinya saat ini dalam keadaan telanjang bulat.
Aku segera masuk kedalam kamarnya, mengambil tumpukan pakaian kotor yang ada di dalam keranjang, di samping lemari besarnya, lalu tak lupa aku mengambil pakaian kotor yang tergeletak di atas lantai, termasuk pakaian dalamnya. Aku sempat melirik kearah Kak Nadia yang sedang memandangiku.
Kak Nadia menatapku malu-malu, ketika aku mengambil celana dalamnya yang nampak basah.
Deg... nafasku terasa sesak, saat mataku melihat selimut yang di kenakan Kak Nadia tersingkap, sehingga aku dapat melihat paha mulusnya yang bening, bahkan aku hampir bisa melihat vaginanya yang tersembunyi di balik selimut tebalnya.
"Eehmm Dek!" Tegurnya, lalu dia membenarkan selimutnya.
Sial aku ketahuan sedang memandangi paha mulusnya, aku buru-buru memalingkan wajahku, lalu tampa permisi aku segera keluar dari dalam kamarnya, tanpa bisa melupakan apa yang kulihat barusan, seseorang wanita baik-baik tanpa mengenakan pakaian di balik selimutnya.
-------
Akhirnya selesai juga tugasku, setelah mencuci dan menjemur pakaian. Sekarang enaknya ngapain ya ? Hmm... ngomong-ngomong soal Kak Nadia, dia lagi apa ya sekarang ? Jangan-jangan dia sedang bermasturbasi lagi sambil membayangiku.
Hahaha....
Tidak mungkin, wanita seperti Mbak Nadia tidak mungkin melakukan hal bodoh seperti itu, dia wanita baik-baik, harga dirinya pasti menolak melakukan hal bodoh tersebut, karena dia tau hukumnya.
Soal kejadian barusan, kupikir itu hal yang wajar, sudah satu minggu Mas Jaka keluar kota, sebagai wanita normal tentu saja Kak Nadia juga punya birahi. Masalah tadi ia melihatku, tentu saja ia tidak berani mengusirku karena aku adik dari Suaminya, perasaan bersalah membuat dia melakukan tindakan bodoh seperti tadi, tapi aku senang.
Sudalah, mending sekarang aku makan dulu, karena sedari tadi aku belum makan apapun.
"Dek, kita bisa bicara sebentar ?"
"Boleh, tapi tidak sekarang ya Kak, aku mau makan dulu, dari pulang sekolah tadi aku belum makan Kak." Kataku, sambil mengelus-elus perutku.
"Ya sudah, Kakak siapkan dulu makannya."
"Terimakasi ya Kak." Jawabku, lalu aku menunggu di ruang makan.
Tak begitu lama Kak Nadia datang sambil membawakanku makanan, tanpa berkata lagi aku segera menghabiskan makan siangku, hingga tak bersisa sedikitpun, sementara Kak Nadia tetap setia menungguku menghabiskan makananku.
Setelah makan, aku mengajak Kak Nadia untuk mengobrol di ruang keluarga, kami duduk di sofa sambil menonton televisi.
"Mau ngomong apa Kak ? Soal tadi ya ?" Tanyaku, karena aku memang tipe orang yang tidak suka berbasa-basi.
Kak Nadia tidak langsung mejawab, dia membenarkan posisi kerudungnya yang sedikit berantakan, lalu dia menghela nafas panjang, membuatku sedikit merasa takut kalau nanti dia mengadukan perbuatanku barusan kepada Mas Jaka, bisa-bisa aku di gorok oleh Mas Jaka kalau dia tau aku menggoda Istrinya.
"Iya, soal tadi pagi." Na benarkan... "Tadi pagi Umi Irma sudah cerita ke Kakak, katanya kamu terlambat datang kesekolah." Katanya, sukses membuatku bengong, karena kupikir dia akan mengancamku, mengadukan perbuatanku dengan Suaminya.
"Soal itu, iya memang benar Kak." Jawabku, menarik nafas lega.
"Kok bisa kamu telat, jangan bikin malu Masmu."
"Soalnya tadi pagi aku bangun kesiangan Kak, terus tadi di kamar mandi Kakak terlalu lama." Kataku memberi alasan kenapa aku bisa datang terlambat.
"Jangan di jadikan alasan, kalau kamu tidurnya lebi awal, bangunnya juga pasti lebi awal."
"Kakak lupa ya, semalam aku menggantikan posisi Mas Jaka, buat gantiin dia ronda malam, bukannya Kakak yang menyuruhku semalam."
"Oh iya... " Katanya kaget, dasar Kakak iparku yang satu ini memang rada oon. "Hehe... Kakak lupa kalau semalam kamu gantiin Masmu, tapi tetap tidak boleh di jadikan alasan untuk terlambat kesekolah."
"Iya Kak !" Jawabku pasrah.
"Kakak cuman mau ngasi tau itu aja, lain kali jangan di ulangi." Ujarnya, lalu dia beranjak hendak pergi. "Oh iya soal kejadian tadi, anggap saja tidak perna terjadi." Kalimat terakhirnya sukses membuatku kembali bengong.
Tapi setidaknya dia tidak sampai marah kepadaku, karena tadi aku sempat khilaf, hingga berani memandangnya dengan tatapan nafsu setan.
--------------------------
Tuhaan... ada apa denganku, kenapa tadi aku deg-degkan saat dekat dengannya, kenapa perasaanku bergetar saat melihat senyumnya.
Nadia berbaring diatas tempat tidurnya, sambil memeluk erat bantal gulingnya, membayanhkan tatapan mata adik iparnya, senyumannya dan cara bicaranya, membuat perasaannya menjadi tak menentu. Padahal rencananya tadi ia ingin marah terhadap Adik iparnya, tapi setelah bertatap mata langsung dengan mata Adik iparnya, hatinya lasung mencair.
Mas... maafkan aku, tapi ini terjadi begitu saja, aku tidak bermaksud menghinati hatimu, aku berjanji ini tidak akan terulang lagi, cepat pulang Mas.
Tak terasa perlahan matanya mulai berat, ia di serang rasa kantuk yang amat sangat, hingga akhirnya ia tertidur lelap di temani .bayangan senyuman dari Adik iparnya.
------------
Tidak ada komentar :
Posting Komentar