“Dugh dugh dugh dugh!!”, seseorang menggedor pintu rumahku dengan buas.
Bersamaan dengan getar dan dering handphone n*kia senter milikku yang tak henti-hentinya bergoyang kesurupan. Simfoni dering handphone dan pintu dipukul ini memaksaku mengumpulkan kesadaran. Menarik jiwa bergabung dengan raga. Membangunkanku dari “sms” *Sisa Mabuk Semalam .
“hooooiiii, bukaiiiinnn!!”, nyaring suara sang tamu.
Suara yg sudah ku kenal 5 tahun terakhir. 5 tahun mendampingi hidupku sebagai pacar, teman dan manager pribadiku. Suara itu milik Lena. Seorang gadis manis, montok, tinggi, sexy yang mengenakan paduan tank top abu polkadot dengan gambar muka panda dan jaket baseball merah lengan putih bergambar motif beruang jolly roger berlatar bendera amerika serta celana jeans ketat berwarna hitam, berteriak lagi, “hooii Radeet, buka pintunya”
“bee.. ~nntaa.. rrr...”, suaraku berbisik kering akibat tenggorokan terbakar sebotol jimbeam semalam
“ ehm.. ehem.. bentaaarr!! Ga sabaran amat seeh?” sebenarnya enggan aku beranjak dari sofa yg nyaman ini, tapi gedoran pintu, teriakan Lena dan dering hp memaksaku untuk bangun. Kulihat layar hp, tertulis “Lena Rock” dengan sebuah lambang telepon di layar monochrome. Segera kubuka pintu depan begitu menyadari orang yg menggedor pintu, memanggilku dan menelepon adalah orang yang sama.
“kamu tau ga ini jam berapa? Kamu udah di tungguin tuh di studio, kita take gitarnya hari ini, klo kamu telat lagi tar dimarah sama boss!”, Lena merepet bagaikan suara mesin F1 di sirkuit Sepang.
”iya iya.. ni dah jam berapa?”, kataku dengan santai.
“jam 10.00, take gitarnya mulai jam 11.00.. sekarang kamu mandi, abis mandi kita berangkat.. ni udah aku beliin burger, nanti sarapan di mobil aja” balasnya.
“Ya udah kalo gitu aku mandi dulu..”, aku bergegas mengambil handuk dan berjalan ke kamar mandi sementara Lena membaca Rolling Stone yang ada di atas meja. Tiba-tiba langkahku terhenti, “Yang..”
"apa..?”, katanya dengan mata tertuju pada majalah itu.
“mandiin..”, kataku. Cepat aku masuk kamar mandi menghindari Rolling Stone yg melayang ke arahku.
10.30..
Dalam mobilnya Lena bertanya, “Kamu ni semalem kemana sih? Katanya abis ulang tahun si Dany kamu langsung pulang?”.
“hu’m”, jawabku yang sedang makan dengan mulut penuh sambil mengangguk.
“trus knp bangun sampai jam segini?, lanjutnya.
“Haghu hagh’ti haghe haghi” (aku party sampe pagi), kataku sambil menyuap burger.
Dia melihat ke arahku dan tersenyum manis hingga, TAKK! Sebuah jitakan keras tangan kirinya mendarat di kepalaku.
“Kan udah aku bilang, kalo hari ini ada recording? Masi aja party sampe pagi, pake mabok segala.. Kalo kamu susah diatur kaya gini kamu cari aja manager lain.. “, ancamnya sambil menyetir
Memang sering dia mengancam akan berhenti jadi manager pribadiku. Gaya hidupku jauh lebih berantakan. Hanya perempuan ini yg bisa sedikit mengatur kehidupan liarku. Tanpanya aku bisa stress mengatur waktu, walaupun sering tak kudengarkan. Dia pacar, manager dan teman yg mengerti aku. Banyak wanita datang dan pergi, hanya dia yg kuanggap sempurna.
Setelah beberapa lama di interogasi dan ceramah yg sudah ku hapal betul isinya, kami pun sampai di sebuah gedung 5 tingkat berwarna jingga dengan banyak jendela. Di depan gedung terdapat sebuah tulisan H&G. Sebuah gedung milik manajemen yang menaungi band ku dan beberapa band lainnya
“Mas Radeet, udah ditunggu sama pak Raka dari tadi”, kata resepsionis di lobi
“oke..”, jawabku singkat sambil melirik jam dinding di belakang resepsionis cantik itu.
aku mengedipkan sebelah mata kepada resepsionis cantik itu.
Damn! Telat 20 menit, umpatku dalam hati. jadi ga enak nih..
Pak Raka adalah Owner dari H&G manajemen. Beliau sendiri lah yang meneleponku 4 tahun lalu, beberapa bulan setelah aku mengirim demo tape ke perusahaan beliau. Pertama kali bertemu, kusangka beliau adalah orang yang keras karena memiliki darah batak dan gurat muka dan bentuk badan sesosok kepala mafia. Ternyata beliau adalah seorang manajer yang mampu menyelami kepriadian masing-masing dari kami, yang waktu itu, 4 orang pemuda miskin dengan bakat mengguncang dunia namun tak diberi kesempatan oleh dunia, dengan segala ego, kesombongan, kenekatan, darah panas dan idealisme. Hanya beliau yang mampu menjadi sosok bapak bagi kami. Bapak dan bos sekaligus menjadi satu dalam 1 orang. Dan hanya beliau yang pertama kali berkata, “saya percaya dengan kemampuan kalian”
Dari titik itulah kehidupanku berubah. Dari seorang pemusik dengan masa depan suram, menjadi salah satu musisi papan atas. Di bawah arahan Pak Raka, 5 album kami keluarkan dalam 4 tahun dan semuanya laku keras seperti kacang goreng. Penghargaan silih berganti sudah kami dapatkan. Pendatang baru terbaik, grup terbaik, band rock terbaik, album terbaik, video klip terbaik, Artis of the month, Artis of the year dan masih banyak lagi. Semua itu, selain hasil kerja keras kami, karena arahan beliau sebagai manajer kami. Dan hanya beliau, orang yg bisa mengendalikan keliaranku selain Lena. Bukan karena dia bossku.. bukan.. karena aku berhutang banyak padanya.
Ku ketok pintu ruangannya Raka P. Harefa ,MM/CEO , itulah yg tertulis di label pintunya.
“Tok tok tok..”.
“ masuk”, jawab suara dari pemilik ruangan.
“Kau ini.. telat terooos.. kapan bangsa ini mau maju kalau pemudanya macam kau ini?”, sapanya dengan logat batak yg kental.
“hehe..”, jawabku sambil menggaruk belakang kepala.
“kau ini malah ketawa pula.. ya sudahlah, Radeet, nanti kau take gitar sama vokal habis si Hendriks ya..”, kata pak Raka
“ pokoknya aku mau kali ini albummu lain dari yang lain.. kau saja yang atur alurnya mau kemana.. aku yakin penjualannya akan meledak seperti sebelumnya.. aku percaya padamu anak muda”, tambahnya dengan semangat ala Naga Bonar.
Aku tak akan mengecewakanmu boss
Bab II. Love Gun
“I really love you baby
I love what you've got
Let's get together, we can
Get hot
No more tomorrow, baby
Time is today
Girl, I can make you feel
Okay
No place for hidin' baby
No place to go
You pull the trigger of my
Love gun, (love gun), love gun
Love gun, (love gun), love gun” (1)
“I really love you baby
I love what you've got
Let's get together, we can
Get hot
No more tomorrow, baby
Time is today
Girl, I can make you feel
Okay
No place for hidin' baby
No place to go
You pull the trigger of my
Love gun, (love gun), love gun
Love gun, (love gun), love gun” (1)
Ku bernyanyi di depan mic condenser dalam studio. Love Gun, sebuah lagu cinta yg kutulis untuk Lena. Sebuah inspirasi datang ke otakku tepat setelah kami bercinta. Setelah melepaskan hasrat setelah sebulan tak bertemu karena terpisah sesuatu yg dinamakan “ujian kompetensi” yg dilakukannya untuk mendapat gelar sarjana demi memuaskan ego kedua orang tuanya yang ortodok.
Empat tahun yang lalu, sebelum kejayaan menyapaku seperti sekarang. Di dalam kamar kos 12m2 yang ku sewa seharga lima lembar rupiah merah untuk ku berteduh selama sebulan, cukup mahal memang tapi itu konsekuensi yang aku terima saat mengatakan ingin membawa pacar menginap sesekali kepada induk semang ku. Lena bersila menonton dvd bajakan Harry Potter 4 yang kubelikan tadi sore. Aku yang baru selesai mandi,hanya menggunakan boxer, mencium rambut nya dari belakang, “harum”, bisikku.
Lena tak merespon, matanya lebih memilih melihat film adaptasi novel karangan J.K. Rowling dengan tekun.
“aku pengen ni..”, bisikku lagi sambil mengecup pundaknya.
“entar aja ahh..”, balasnya sambil menghindar dari kecupanku.
“oke!”, kataku cepat.
Tapi aku segera duduk di belakangnya, menempatkan pahaku disisi luar pahanya sehingga pangkal pahaku menempel tepat di ruas terakhir tulang belakangnya, memeluk tubuh langsing Lena.
“sabar ya sayang, ni lagi seru”, dia mencoba mengelak.
Tapi ku tahan, “ya udah kamu nonton, aku mau gini kok.. win-win solution kan?”.
Ku kecup kembali pundaknya dan meremas payudara gadis yang kukejar semasih aku kuliah dulu dari luar kaos merah mudanya. “kok ga pake bh? Nakal ya..”, kataku.
Lena hanya mengangguk tersenyum. Dasar cewe, ngakunya ga mau tapi udah persiapan aja..
“hmm.. shhh...”, desahan yang keluar saat ku permainkan putingnya yang mengeras. Bagaikan mencari frekuensi radio kupelintir tonjolan merah muda di tengah payudara Lena.
“desah fm”, kataku sedikit bercanda.
“hehehehe.. uhhhhh... shhhhh”, nafasnya semakin cepat seiring penisku yang menegang di balik boxer mendengar simfoni desah fm nya.
Kujilat naik dari pundak ke leher hingga belakang telinganya. Bau harum shampo yang sudah akrab di hidungku menambah rangsangan pada saraf penciumanku.
Ku hisap cuping telinga kirinya sambil mencubit putingnya, “aww aww ahhhh”, desahan Lena semakin intens.
“I love you..”, sebuah kata cinta kuucapkan dengan tulus seraya menaikan kaosnya hingga sebatas pangkal lengan. Dadanya bergoyang-goyang akibat tarikan kaos pink bergambar monokurobo membuatku makin gemas.
Ku julurkan lidah membuka bibirnya. Dihisapnya lidahku penuh nafsu. Lidah kami beradu liar saat ku usap perut dan dadanya. Kujamah tubuh mulus ini dengan jemariku. Sensasi geli dirasakan lena saat ku putar jari mengilingi pusarnya. Bagai cacing kepanasan dia menggeliat kecil, “ehmm ehmmm.. ehmm”, hanya suara itu g keluar dari bibirnya yg menghisap bibir bawahku. Ku lepas hisapan bibirku dan ku kecup bibirnya sebelum melepas total kaosnya. Kepalaku menelusup di bawah ketiak kanannya, ku hisap payudaranya. Dimiringkan tubuhnya ke kiri pasrah, mempermudahku melakukan rangsangan. Lena menaikan posisi duduknya, menempatkan penisku di antara pelahan pantatnya. Boxer hitam beradu dengan celana pantai hijau stabilo bermotif bunga. Tangan kiriku memainkan puting kirinya, mulutku menghisap puting kanannya, tangan kananku mencari klitorisnya. Semakin aku merangsangnya, semakin lena menggoyang penisku dengan belahan pantatnya. Sakit dan nikmat menjadi satu, sakit menahan berat badannya, nikmat menahan goyangan liarnya.
Ku goyangkan jari tengah tangan kananku cepat layaknya vibrator di film jav merangsang klitorisnya.
Goyangan pantatnya berhenti, berganti duduk pasrah dengan kaki terbuka lebar. “uhhh uuhhhh uuhhh..”, desahan nya berubah menjadi lenguhan kenikmatan.
Badannya melongsor pasrah, kepalanya bergeleng ke kanan dan kiri di atas paha kiriku.
Matanya memejam, mulutnya meringis menahan kenikmatan. “shhh.. hhaaahhh.. shhh.. ahhh.. ahhh.. ahhh”, lenguhan berubah menjadi rintihan. Kenikmatan tak terhingga kuberikan untuk gadisku tercinta.
Kumasukan jariku kedalam lubang hangat Vagina Lena. Lubang hangat dan basah yang sama dimiliki setiap wanita. Lubang kenikmatan yang dicari pria normal di seluruh dunia. Kutemukan segumpal daging kecil di dinding atas lorong kenikmatan ini. Letaknya telah ku hapal, titik yang membuat semua wanita gila bila di sentuh, baik halus maupun kasar. Ku gosok titik itu dengan jari tengahku. Semakin lama semakin cepat.
5 menit kemudian, “ahh ahhh ahh.. aku akku aku..”, segera kuhisap bibirnya sebelum dia berteriak.
Tangannya mencengkram kakiku, pinggulya tersentak naik bertumpu dengan tumitnya, setengah kayang itulah pose yang tepat kukatakan saat dia mencapai orgasme. “ugghhh.. uggghh.. uggggghhhhh!!!!”, suara orgasme Lena yang tertahan oleh bibirku.
“Avada kedavra”, mantra voldemort membunuh Cedric Diggory bertepatan saat orgasme pacar cantikku.
“huuuf... hufff...”, Lena mengatur nafas dengan sisa rasa yang tak terkira di ujung kewanitaannya.
Ku pijit-pijit mesra payudaranya, kulihat senyuman kepuasan setelah orgasme pertama tersungging di bibir tipisnya. Setelah nafasnya mulai normal, kuarahkan mukanya ke tonjolan boxerku yang hanya berjarak 1 jari dari kepalanya. Dia mengerti, segera mengambil posisi bersimpuh di antara kakiku.
Dilepasnya boxer hitam yang selama ini jadi penghalang di antara kami. Dipegangnya penisku dan berkata, “ini nih.. senjata pamungkasnya Radeet Rock, pistol cinta.. love gun.. Muach!” dikecupnya kepala merah sang pistol cinta.
Love gun.. bagus juga..
Tidak ada komentar :
Posting Komentar