klik disini

Sabtu, 25 Juni 2016

Kenikmatan dosa 2

Aku segera melompat dari atas tempat tidurku, ketika melihat jam di dinding kamarku sudah menunjukan pukul enam lewat empat puluh tujuh menit, itu artinya, waktuku kurang lima belas menit lagi, kalau aku tidak ingin terlambat kesekolah, dan menerima hukuman dari guruku, apa lagi di jam pertama adalah wali kelasku Bu Irma.

Karena sedikit buru-buru, aku nyaris saja terpeleset tapi untunglah tanganku dengan sigap berpegangan dengan lemari, menahan tubuhku, agar tidak sampai terjatuh.

Aku menarik nafas lega, lalu kembali melangkah menuju kamar mandi. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, aku langsung mendorong pintu kamar mandi, dan tanpa kuduga di dalam kamar mandi Kak Nadia dalam keadaan telanjang bulat sedang berdiri di bawa air shower sambil menyabuni tubuhnya.

"Adeeeek... " Teriaknya dengan suara melengking.

Aku tidak segera buru-buru keluar kamar mandi, sejenak aku sempat melihat tubuh telanjangnya yang sempurna, payudarahnya yang besar menggantung indah, dan di bagian bawah perutnya tampak begitu licin sehingga aku dapat melihat jelas belahan vaginanya.

"Ma... maaf Kak !" Kataku, lalu segera kututup kembali pintu kamar mandinya.

Aku masih berdiri di depan pintu kamar mandi dengan nafas memburu, bayangan tubuh Kakak iparku membuat tubuhku menggigil, ada perasaan senang, tegang dan takut, semua bercampur aduk menjadi satu.

Aku takut kalau Nanti Kakak iparku mengadukan perbuatanku barusan, tapi kalau di pikir-pikir ini bukanlah kesalahanku sepenuhnya, seharusnya dia mengunci pintu kamar mandi terlebi dahulu, sehingga kejadian barusan tidak perlu terjadi.

"Adek, lain kali kalau mau masuk kekamar mandi di ketuk dulu pintunya." Kulihat dia berdiri di sampingku dengan mengenakan kain panjang yang lilitkan di tubuhnya, dan kerudung yang ia kenakan dengan cara asal-asalan.

"I... iya Maaf Kak, lain kali kamar mandinya di kunci dong, biar kejadian tadi gak terulang." Belaku sambil menggaruk-garuk kepalaku.

"Eehmm... jadi nyalahin Kakak ni." Dia melipat kedua tangannya di dadanya, "mau Kakak aduhin sama Abang kamu ?" Ancamnya.

"Ya jangan dong Kak !" Aku memelas.

"Hihihi... makanya jangan macem-macem sama Kakak ya, ayo sekarang minta Maaf !" Suruhnya, sambil merenyitkan dahinya.

Aku mendengus kesal. "Iya aku minta maaf Kak." Ujarku males-malesan.

"Na gitu dong, jadi anak yang baik." Katanya sambil mengucek-ucek rambutku. "Ya udah sekarang kamu mandi, nanti telat kesekolahnya." Sambungnya, lalu ia berlalu menuju kamarnya.

----------

Gara-gara Kak Nadia, aku jadi telat kesekolah, dan terpaksa aku harus menerima hukuman, kembali aku mencabuti rumput liar yang tumbuh di halaman depan kelasku, sementara mataku tak lepas memandangi Clara Shinta yang sedang berada di dalam kantor, karena kebetulan kantor sekolahku berada di seberang ruang kelasku.

"Gimana Radit, masi mau datang terlambat ?" Tegur seseorang wanita yang tiba-tiba saja sudah berdiri di depanku sambil tersenyum dan menatapku dengan tatapan yang menusuk.

"Janji Umi, tidak akan telat lagi."

"Janji itu harus di tepati Radit, ini sudah yang kedua kalinya kamu terlambat."

"Maaf Umi." Jawabku lirih.

"Kali ini masi Umi kasi kesempatan, tapi lain kali kalau kamu tetap terlambat, Umi akan aduhin kamu dengan Umi Nadia, biar kamu di tegur." Ancamnya, aku menunduk tak berani menatap matanya.

"Ya sudah, sekarang kamu masuk."

Aku segera menghentikan kegiatanku mencabut rumput dan berjalan perlahan, masi dengan menunduk melewati Umi Irma dan segera masuk kedalam kelasku.

Sekilas aku kembali memandangi punggung Umi Irma ketika memasuki kantor.

Plaak... tepukan di pundakku.
"Berani banget lu telat Bro !"

"Kopet !" Umpatku kesal terhadap teman sebangkuku Arman. "Ni rasanya tangan gue mau keram, mana rumputnya panjang-panjang lagi." Omelku kesal, tapi di sisi lain aku juga merasa senang, karena hukuman dari Umi Irma, aku bisa melihat Ria yang tadi sempat berada di kantor.

"Lo-nya sendiri cari masalah, udah tau si galak yang mengajar di jam pertama, na lo-nya malah nyari penyakit, datang terlambat."

"Gue tadi kesiangan, belum lagi tadi Kakak ipar gue lama banget di kamar mandinya, gak tau de ngapain aja dia di kamar mandi." Ujarku kesal, sekaligus berdebar-debar mengingat kejadian tadi pagi.

"Oh ya... terus tadi lo intipin gak ?" Kejar Arman antusias.

"Intipin kepala lo peang, dia Kakak gue bego !" Bletaak... Aku menjitak kepalanya.

"Sakit nyet... " Katanya sambil memegangi kepalanya.

"Siapa suruh tadi lu ngomong sembarangan."

"Sembarangan gimana ? Umi Nadia itu bukan Kakak kandung lu, dia cuman Kakak ipar, gak ada salahnya kalau elu sedikit intipin doi, mumpung ada kesempatan emas tinggal bareng wanita secantik Umi Nadia." Jelasnya panjang lebar, aku hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalaku.

Harus kuakui, sahabatku satu ini memang raja mengintip, sedikit saja ada kesempatan, pasti dia mengintip, bahkan dia perna mengajakku mengendap-endap keasrama putri, lalu mengitip mereka yang sedang mandi di kamar mandi umum yang berada di belakang asrama.

Seru si, deg-degkan juga waktu melihat mereka mandi, walaupun tidak sampai telanjang bulat, karena mereka mengenakan kain.

Tapi gara-gara mengintip mereka mandi, kami nyaris saja di gebuk masa, karena aksi kami ketahuan, tapi untunglah, satpam di sekolahku tidak sampai berhasil menangkap kami, kalau sampai tertangkap, mungkin kami sudah di keluarkan dari sekolahan ini.

"Ssstt... diam, Ustad Wendi udah datang tu." Bisikku, mengingatkan sahabatku.

Sontak dia langsung diam, sambil memperhatikan Ustad Wendi yang baru saja duduk di singgasananya sambil memperhatikan kami satu persatu.

"Assalamualaikum !"

"Waalaikumsalam Ustad."

"Sebelum memulai pelajaran saya hari ini, mari kita berdoa sejenak, berdoa di mulai." Suasana kembali hening selama kurang lebi satu menit. "Berdoa selesai... " Lanjut Ustad Wendi.

"Eehmm... sekarang kumpulkan tugas kalian yang kemarin, letakan di atas meja saya." Katanya datar.

Aku segera membuka kembali tasku, dan mengambil buku tulisku, sementara sahabatku Arman memandangku dengan tatapan memelas. Aku melihatnya sejenak, lalu dengan cepat tanganku menutup mulutku agar tawaku tidak sampai meledak.

Mampus !Sekarang giliran dia yang bakalan di hukum, karena dari tatapannya aku tau kalau dia tidak mengerjakan tugas yang di berikan Ustad Wendi beberapa hari yang lalu.

Arman berdiri, lalu dia berjalan gontai menuju kedepan kelas dengan raut wajah yang di tekuk.

Ia berdiri di depan kelas bersama dua orang lainnya, sementara Ustad Wendi tidak menghiraukan mereka, dia memilih untuk melanjutkan mengajar kami.

-----------------------------

Di kantin sekolah, seorang wanita cantik sedang duduk di salah satu bangku kantin, sedari tadi dia hanya memainkan sedotan, tanpa meminum jus pesanannya. Matanya memandang lurus kedepan, tapi pikirannya bercabang-cabang.

Kejadian tadi pagi membuatnya galau, gara-gara lupa mengunci pintu kamar mandi, dia tidak sengaja membiarkan adik iparrnya, melihat dirinya dalam keadaan yang sangat memalukan, dan parahnya lagi dia tidak langsung mencoba menutup selangkangannya, malah bengong memperhatikan selangkangan adik iparnya yang sempat membesar.

"Aaarrr... " Teriaknya pelan sambil memegangi kepalanya.

"Kamu kenapa Nad ? kayaknya ada beban yang berat banget, coba cerita ?" Tanya Irma yang baru saja kembali dari membeli minuman dan duduk di samping Nadia.

"Aku gak rau harus memulai ceritanya dari mana."

"Ceritanya pelan-pelan saja, siapa tau Mbak bisa bantu kasi solusi untuk kamu." Jelas Irma, sambil menepuk pundak juniornya.

"Ini sangat memalukan."

"Oh ya, apa itu ? Soal Radit lagi ?" Pancing Irma, Nadia mengangguk lemah, membenarkan tebakan seniornya. "Mbak jadi ingin mendengarnya." Lanjutnya, sembari tersenyum manis.

"Tapi Mbak janji tidak akan tertawa." Ujar Nadia, Irma mengangguk setuju.

Nadia menghela nafas panjang, sebenarnya ia malu kalau harus menceritakan kejadian tadi pagi dengan adik iparnya, tapi dia juga tidak bisa memendam perasaannya sendiri tanpa membaginya dengan orang lain.

"Radit, tadi pagi dia melihat anuku Mbak ?" Kata Nadia pelan nyaris tak terdengar.

"Maksud kamu ? vagina kamu ?" Tanya Irma kaget, Nadia mengangguk lemah. "Wa... ini gak bisa di benarkan Nid, kamu harus bilang kesuamimu masalah ini, Radit sudah sangat keterlaluan." Jawab Rima sangat emosi, dia tau kalau Radit anak yang nakal, tapi dia tidak menyangka kalau Radit berani melecehkan Kakak iparnya sendiri.

"Ta... tapi, dia tidak sepenuhnya salah."

"Gak salah gimana Nid, sudah jelas dia berbuat kurang ajar sama kamu, seharusnya kamu jangan lembek kayak gini, kalau tidak nanti dia jadi semakin melunjak."

"Dengarkan dulu Mbak, tadi pagi aku bangun kesiangan, jadi aku buru-buru mandi dan aku jadi lupa mengunci pintu kamar mandi kami, dan saat itu aku tidak tau kalau Radit belum berangkat kesekolah, jadi saat dia ingin mandi, dia tidak tau kalau aku ada di dalam, dan dia langsung buka pintu kamar mandi."

"Terus, setelah itu kamu langsung mengusirnyakan."

"Iya, tapi... " Nadia menggantung kalimatnya, dia benar-benar merasa malu kalau harus kembali mengingat kejadian tadi pagi. "Aku saat itu kaget Mbak, jadi... aku cuman bilang 'adek' terus diam... " Nadia menundukan wajahnya, dia benar-benar merasa sangat malu.

"Hanya itu ? Kamu tidak teriak memintanya keluar ?" Tanya Irma, Nadia menggeleng. "Tapi kamu sempat menutup itunya kamukan ?" Lagi Nadia menggeleng, Irma.terlihat mendesah pelan.

"Sumpah Mbak, aku benar-benar kaget."

"Berapa lama dia melihat anumu Nad ?"

"Mungkin satu menit atau dua menitan." Jawab Nadia, dia tidak berani memandang langsung kearah Irma.

"Cukup lama bagi dia untuk mengetahui setiap detail kemaluan kamu Nad." Jawab Irma pelan.

"Maafkan aku Mbak, sekarang aku tidak tau harus bagaimana lagi." Tutur Nadia, karena dia sendiri benar-benar kebingungan, dia tidak menyalakan Raditya, karena adik iparnya memang tidak salah.

"Lupakan saja Nad, ini musibah... ini kecelakaan yang tidak kamu inginkan."

"Apakah aku berdosa ? apa aku telah menghianati Suamiku ?" Tanya Nadia pelan.

"Mbak tidak tau, karna yang tau soal dosa hanya tuhan Nadia, dia yang berhak menentukan kamu berdosa atau tidak, tapi yang pasti kamu tidak mengkhianati Suamimu, karena ini murni kecelakaan Nadia, kamu sendiri pasti juga tidak menginginkannya." Jelas Irma, sambil membelai pundak sahabatnya, untuk sedikit mengurangi beban sahabatnya.

"Terimakasi ya Mbak."

"Sama-sama Nad, kalau kamu ada masalah, jangan sungkan untuk bercerita dengan Mbak."

"Iya Mbak, itu pasti." Jawab Nadia yang kini bisa sedikit tersenyum.

"Udah yuk, kita kekantor sekarang, sebentar lagi bel masuk." Ajak Irma, Nadia dengan senang hati menyambut uluran tangan Irma.

Mereka berjalan beriringan menuju kantor, sambil bercerita tentang Raditya, tapi kali ini bukan tentang kejadian kamar mandi, tapi melainkan tentang keterlambatan Raditya tadi pagi kesekolah.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar